Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda Malin Kundang Kisah Anak Durhaka Terhadap Orang Tua

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC_eMlzcyc8ZQlej_ixTUFprwzOvlCai8w_nngpTtCwNpiPrp85OmHBOWHpOVAapOsHkS8CwpAYw7TtiM-c8DFLzi8Fgvt0KHARS3lIVY21O4bVlms3BOpKC_i8bsnpaNTNfQq4lhz1Q/s1600/malin_kundang.jpg

Malin Kundang ialah cerita rakyat yang berasal dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang mengisahkan tentang seorang anak yang durhaka kepada ibunya, sehingga dia dikutuk menjadi batu. Bentuk batu yang sampai saat ini masih ada di pantai Air Manis, Padang, konon katanya merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang.

Alkisah, Malin Kundang termasuk anak yang cerdas, tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari, ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya pun terluka terkena batu. Luka tersebut berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya, Malin pun memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halamannya kelak.

Awalnya, Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau. Akan tetapi, Malin tetap bersikeras, sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Karena kecerdasannya, Malin dengan cepat menangkap apa saja pelajaran yang di dapatkannya tersebut.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut, dibunuh oleh para bajak laut.

Beruntung Malin Kundang ketika kejadian itu berlangsung, sempat bersembunyi pada sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu, sehingga Malin pun lolos dan tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.

Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya dari hasil usahanya tersebut.

Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang akhirnya mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah, sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira atas keberhasilan yang diraih anaknya. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga, memperhatikan dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin, kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar, nak?” katanya sambil memeluk Malin Kundang.

Akan tetapi, melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya seperti itu, maka timbul kesombongan dari diri Malin Kundang, dia sangat marah meskipun ia mengetahui, bahwa wanita tua itu adalah ibu kandungnya. Dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga para anak buahnya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang pun tidak kalah sangat marahnya. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak yang sombong dan durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya, “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi batu!”

Tidak berapa lama kemudian dari kejadian itu, Malin Kundang kembali pergi berlayar meninggalkan ibunya yang penuh dengan duka dan amarah. Dan ketika ditengah perjalanan, maka datanglah badai dahsyat dan menghancurkan kapal Malin Kundang.

Setelah itu, tubuh Malin Kundang pun secara perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Tuhan telah mengabulkan doa ibu Malin Kundang yang telah sangat berduka karena kedurhakaan anaknya.

Sampai saat ini, Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat